siang itu terik sekali di cikini
bayang bayang daun melambai lambai di trotoar
senyum anak kecil menempel di kaca kafe
tangannya bergerak gerak memberi tanda
ada sesuatu yang akan terjadi
di balik kaca aku menyembunyikan jari jariku
mengetuk ngetuk dudukan sofa berkain merah
tak bisa memutuskan, membuka atau menangkal
air bah yang akan keluar
aku mensyukuri sekaligus mengutuk kaca itu
anak kecil lompat lompat bermain engklek
angin berhembus meniup rambutnya
tapi tawanya tak terdengar dari balik sini
terik sekali di luar,
sayang,
di dalam tak ada perisai bagi gelombang air yang menerobos masuk
menyapu bangku dan meja dan gelas gelas kopi dan piring piring dan toples toples dan
tubuhku mengambang sampai ke langit langit